Sabtu, 18 Oktober 2014

Filsafat Hukum


Tugas Mandiri                                                                             Dosen Pembimbing
FILSAFAT HUKUM                                                                       H. AZWAR AZIZ, SH, M.Si           


FILSAFAT HUKUM
(PENGERTIAN, OBJEK, DAN RUANG LINGKUP)






DISUSUN OLEH:
ILMU HUKUM-1 (IH-A)
KHAIRUN NASRI
11327102601


JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU-PEKANBARU
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
                Dalam era globalisasi ini, kita perlu mendalami hukum secarah mendalam, karena dewasa ini banyak sekali orang tidak mengerti falsafah dari hukum tersebut, disini penulisi meneliti hakikat hukum yang sebenarnya, dengan ini penulis mencoba memaparkan pengertian filsafat hukum,  ojek dan ruang lingkup filsafat hukum. Hal ini dimaksudkan agar dapat memahami filsafat hukum yang sebenarnya.
                Filsafat yakni tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat. [1]
B.      BATASAN MASALAH
                Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dan agar pembahasan lebih mendalam, dalam penulisan  makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mengenai pengertian, objek, dan ruang lingkup Filsafat Hukum.
C.      RUMUSAN MASALAH
                Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu;
1.)    Apa Pengertian Filsafat Hukum?
2.)    Apa Objek Filsafat Hukum?
3.)    Bagaimana Ruang Lingkup Filsafat Hukum?

D.      TUJUAN
                Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk lebih memahami dan menjawab mengenai pengertian, objek, dan ruang lingkup Filsafat Hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      FILSAFAT HUKUM
                Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti kebijaksanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan).[2] Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.
                Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggung jawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.[3]
                Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni. Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahuan di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif.[4]
                                Secara Umum Pengertian Filsafat adalah  Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang:
1.)    rasional, metodis, sistematis, koheren, integral
2.)    tentang makro dan mikro kosmos
3.)    baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi.  Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga Praktek.[5]
Karakteristik Berpikir Filsafat yakni:
1.       Menyeluruh, maksudnya adalah cara berpikir filsafat tidaklah sempit tetapi selalu melihat persoalan dari tiap sudut yang ada .
2.       Mendasar, maksudnya adalah untuk dapat menganalisa tiap sudut persoalan perlu dianalisis secara mendalam.
3.       Spekulatif, maksudnya bukan menganalisa suatu persoalan dengan untung-untungan tetapi harus memiliki dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
                Sesungguhnya apabila kita meneliti benar-benar, akan sukarlah bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum, sebab seperti telah dijelaskan para sarjana hukum sendiri belum dapat dirumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak.
                Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut: “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan) yang mengurus tatatertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.[6]
                Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia, yang disebut etika atau filsafat tingkah laku.
                Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum, apa tujuannya, mengapa dia ada, dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Filsafat adalah suatu pendasaran diri dan renungan diri secara radikal dan mendalam, ia merefleksikan terutama tentang segala yang ada, yaitu hal ada dalam keumumannya.[7]Menemukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu menjadi tujuan utama filsafat.
                Selanjutnya filsafat hukum dapat disebut juga sebagai filsafat tingkah laku atau nilai-nilai etika, yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum ialah merupakan ilmu yang mengkaji tentang hukum secara mendalam sampa kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004 : 11)[8]. Jadi, filsafat hukum adalah suatu perenungan atau pemikiran secara ketat, secara mendalam tentang pertimbangan nilai-nilai di balik gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindera manusia mengenai perbuatan- perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
B.      OBJEK PENGKAJIAN FILSAFAT HUKUM
                Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan. [9]
                Sedangkan filsafat hukum adalah ilmu dan ajaran tentang azas-azas dasar hukum (Rechtssprinzipienlehre), sekaligus merupakan ilmu atau ajaran tentang nilai-nilai dasar hukum (Rechtsaxiologie), yang mengkaji tujuan pokok dari hukum dalam hubungannya dengan sebagian masalah sentral tentang pembenaran/justifikasi sebab, dasar dan untuk apa hukum itu ada dan harus ada.[10] Filsafat hukum memfokuskan pada Rechtswert (nilai dasar sebagai obyek pokoknya).
                                Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.[11]
                Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara lain: (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang; (4) apa sebab orang menaati hukum; (5) masalah pertanggungjawaban; (6) masalah hak milik; (7) masalah kontrak; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
                Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunia filsafat hukum.
                                Fungsi filsafat hukum adalah catur mancala:
1.)    fungsi transendental logis, yakni mencari dan menyusun pengertian dasar hukum yang fundamental;
2.)    fungsi fenomenologis, yakni meneliti sejarah universil dari hukum sebagai bentuk pengejawantahan dari cita hukum yang lestari;
3.)    fungsi deontologis, yakni meneliti cara hukum cq terutama keadilan dan hukum kodrat, sebagai ukuran idiil dan umum bagi keadilan/kebenaran atau kedholiman hukum positif;
4.)    fungsi ontologis, yakni mencari dan menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan secara struktural dan ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri di atasnya.
C.      RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
                Menurut Apeldoorn ada tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu:
1.       Adakah pengertian hukum yang berlaku umum
2.       Apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum
3.       Adakah sesuatu hukum kodrat
                Saat ini  ruang lingkup filsafat hukum adalah mempelajari mengenai permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tujuan hukum dalam kehidupan sehari-hari terutama masalah ketertiban dan keadilan yang menyangkut masalah; Hubungan hukum dan kekuasaan, Hubungan hukum dengan nilai sosial budaya, Mengapa negara berhak menghukum sese Secara sederhana, dapat dikatakan  bahwa Filsafat hukum merupakan cabang orang, Apa sebab orang mentaati hukum, dan lain-lain.
                filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Menurut mereka Filsafat Hukum memiliki telaah meliputi :
1.)    Ontologi Hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)
2.)    Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)
3.)    Ideologi Hukum (ajaran idea)
4.)    Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)
5.)    Teologi Hukum (hal meneetukan makna dan tujuan hukum)
6.)    Ajaran Ilmu dari Hukum (meta-teori dari ilmu hukum)
7.)     Logika Hukum
                   Ontologi hukum yaitu ilmu tentang segala sesuatu (Merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral).
                   Aksiologi hukum  yaitu ilmu tentang nilai (Merefleksi isi dan nilai-nilai yang termuat dalam hukum seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, dan sebagainya)
                   Ideologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang mengangkut cita manusia (Merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum).
                   Teleologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (Merefleksi makna dan tujuan hukum)
                   Epistemologi yaitu ilmu tentang pengetahuan hukum (Merefleksi sejauhmana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia)
                   Logika hukum yaitu ilmu tentang berpikir benar atau kebenaran berpikir (Merefleksi atran-aturan berpikir yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan logical serta struktur sistem hukum)




BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
                Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti kebijaksanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan).[12] Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan. Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan untuk mengumpulkan penegtahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak (1992 : 03).
                Sedangkan hukum sendiri, menurut seorang ahli hukum Indonesia Wirjono Prodjodikoro (1992 : 9), adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Kemudian, Notohamidjojo (1975 : 21) berpendapat, bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat Negara serta antarnegara, yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan dayaguna, demi tata tertib dan damai dalam masyarakat. Secara umum hukum dapat dipandang sebagai norma, yaitu norma yang mengandung nilai-nilai tertentu (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004 : 13).
                Selanjutnya filsafat hukum dapat disebut juga sebagai filsafat tingkah laku atau nilai-nilai etika, yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum ialah merupakan ilmu yang mengkaji tentang hukum secara mendalam sampa kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004 : 11). Seorang filsuf hukum pasti akan mencari apa inti atau hakikat daripada hukum, ingin mengetahui apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, memberi penjelasan tentang nilai-nilai, postulat-postulat (dasar-dasar) hokum sampai pada dasar-dasarnya filsafat yang terakhir, dan berusaha mencapai akar dari hokum (Mr.soetiksno, 1986 : 02). Jadi, filsafat hukum adalah suatu perenungan atau pemikiran secara ketat, secara mendalam tentang pertimbangan nilai-nilai di balik gejala-gejala hokum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindera manusia mengenai perbuatan- perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.

B.        Saran
                Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis, untuk itu penulis mengharapkan kepada para pembaca terutama bagi dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Humkum. Untuk memberikan kritik dan sarannya kepada penulis demi kesempurnaan makalah selanjutnya.



[1]  Darji, Darmodiharjo dan Shidarta Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia) Cet, VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 154
[2] Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 1.
[3] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm. 16.
[4] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakartya: Pusataka Sinar Harapan, 1990), hlm. 25
[5]  Slide  Muchsin,  yang di sampaikan pada mahasiswa Pascasarjana  Program Magister Hukum  Untag (Universitas 17 Agustus) Surabaya angkatan ke 18 tanggal 11 November 2007.
[6] C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm.37
[7] B.Arif Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Cetakan kedua, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm.65.
[8] Darji, Darmodiharjo dan Shidarta Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia) Cet, VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm.11
[10] Soejono Koesoemo Sisworo, “Mempertimbangkan Beberapa Pokok Pikiran Pelbagai Aliran Filsafat Hukum dalam Relasi dan Relevansinya dengan Pembangunan/Pembinaan Hukum Indonesia”, dalam Masalah-Masalah Hukum No. 6 Tahun 1989, hlm. 2-3.
[11] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 503
[12] Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 1.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, B. dan Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Cetakan kedua, (Bandung: Refika Aditama, 2008).
Kansil, C.S.T., Pengantar Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986).
Darji, Darmodiharjo dan Shidarta Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia) Cet, VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006).
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakartya: Pusataka Sinar Harapan, 1990).
Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984).