Selasa, 25 November 2014

Hierarki Perundang-Undangan





BAB I
PENDAHULUAN
   A.     LATAR BELAKANG
            Perjalanan Hierarki Peraturan perundang-undangan di Indonesia terus mengalami perubahan dan pergantian, hal disebabkan adanya ketidak sesuaiaan lagi dengan aturan yang mesti deberlakukan. Ketetapan hierarki Peraturan Perundang-undangan ini dimulai TAP MPRS No. XX/MPRS/1966. Kemudian mengalami pergantian beberapa kali, yaitu TAP MPR No. III/MPR/2000, kemudian ditetapkan pembentukan Peraturan Peundang-Undangan menjadi Undang-Undang (UU No. 10 Tahun 2004). Dimana Undang-undang ini menegaskan bahwa pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara, dan yang terakhir telah ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011 Hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan.
            Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan secara umum memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan, Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundangundangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang; pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah.
  B.      BATASAN MASALAH
            Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dan agar pembahasan lebih mendalam, dalam penulisan  makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mengenai Pengertian Hirarki Perundang-Undangan, Hirarki menurut Tap MPR, Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004, dan Hirarki No 12 Tahun 2011.
  C.      RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu;
1.) Apa Pengertian Hirarki Perundang-Undangan?
2.) Bagaimana Hirarki menurut Tap MPR?
3.) Bagaimana Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004?
4.) Bagaimana Hirarki No 12 Tahun 2011?

  D.     TUJUAN PENULISAN
            Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk lebih memahami dan menjawab mengenai apa itu Pengertian Hirarki Perundang-Undangan, Hirarki menurut Tap MPR, Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004, dan Hirarki No 12 Tahun 2011.












BAB II
PEMBAHASAN
  A.     PENGERTIAN HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN
            Peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) disusun dalam satu tingkatan yang disebut hierarki peraturan perundang-undangan.[1] Maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
            Jadi, peraturan perundang-undangan yang dimaksud di atas adalah merupakan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  B.      HIERARKI MENURUT TAP MPR
            Dalam sejarah, DPR-GR tetanggal 9 juni 1996 yang telah dilakukan oleh MPRS dengan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, MPR dengan ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan lampiran II tentang “tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
            Berikut merupakan hirarki peraturan prundang-undangan menurut TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.[2]
      1.      Undang-Undang Dasar 1945
      2.      Ketetapan MPRS/MPR
      3.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
      4.      Peraturan Pemerintah
       5.      Keputusan Presiden
    6.     Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Mentri, dan lain-lainnya.
            Tata urutan hirarki peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan masing-masing bentuk yang bersngkutan, yang mana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada bentuk-bentuk yang  tersebut dibelakangnya (di bawahnya). Tatan urutan di atas mengandung konsekuensi hukum, bentuk peraturan atau ketetapan yang lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang bentuknya lebih tinggi.[3]
            Walaupun ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 itu dirasa sangat besar kegunaannya dalam rangka penertiban bagi peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu, tetapi terlihat juga adanya hal-kurang tepat, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang seharusnya tidak terjadi dalam ketetapan tersebut. Di samping itu masih ditemukan jenis-jenis peraturan perundang-undangan dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tersebut belum lengkap karena dalam kenyataannya masih ditemukan peraturan-peraturan lain seperti keputusan menteri, keputusan lembaga pemerintah nondepartemen, peraturan daerah, dan keputusan kepala daerah.[4]
            Adapun hal-hal yang kurang pada tempatnya antara lain[5]:
1.    UUD 1945 tidak tepat kalau dikatakan sebagai peraturan perundang-unangan karena UUD 1945 itu dapat berdiri sendiri atas dua kelompok norma hukum yaitu:
a.)    Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau Norma Fundamental negara. Norma Fundamental negara ini merupakan norma hukum tertinggi yang yang bersifat pre-Supposed dan merupakan landasan filosofis yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara itu lebih lanjut. Sifat norma hukumnya masih secara garis besar dan merupakan norma hukum tunggal, dalam arti belum dilekati oleh norma hukum sekunder.
b.)    Batang tubuh UUD 1945 merupakan Steetsgrudgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara yang merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakasanaan negara untuk menggariskan tata cara membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat umum.
2.    Ketetapan MPR merupakan Steetsgrudgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara. Seperti halnya batangtubuh UUD 1945, ketetapan MPR ini berisi garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakasanaan negara, sifat norma hukumnya masih secara garis besar, dan merupakan norma hukum tunggal dan tidak didekati oleh norma hukum sekunder.[6]
3.    Keputusan presiden termasuk dalam peraturan perundang-undangan adalah yang bersifat einmahlig. Suatu keputusan presiden yang bersifat einmahlig ini adalah yang bersifat “penetapan” (beschikking), yang sifat normanya individual, konkrit, dan sekali selesai (einmahlig), sedangkan norma perundang-undangan selalu bersifat umum, abstrak, dan berlaku terus-menerus (dauerhaftig). Dengan demikian yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah keputusan Presiden yang bersifat dauerhaftig (berlaku terus menerus).
4.    Peraturan menteri sebaiknya diganti menjadi keputusan menteri karena penyebutan keputusan menteri dapat berarti secara luas, yaitu baik yang berarti peraturan (regeling) maupun yang berisi penetapan (beschikking)
5.    Penyebutan instruksi menteri sebagai peraturan perundang-undangan tidak tepat karena suatu intruksi tersebut bersifat individualis, konkret serta ada hubungan atasan dan bawahan secara organisatoris, sedangkan sifat dari suatu norma hukum dalam peraturan perundang-undangan adalah umum, abstrak, dan berlaku terus-menerus.
            Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis tersebut mengandung konsekuensi bahwa suatu peraturan perundang-unangan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi mengikatnya.
            Sebagai perbandingan tata urutan peraturan perundang-undangan di dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dangan ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Dapat mengetahui sebagai berikut.
1.    TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
a.)    Undang-Undang Dasar 1945
b.)    Ketetapan MPRS/MPR
c.)    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d.)    Peraturan Pemerintah
e.)    Keputusan Presiden
f.)     Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Mentri, dan lain-lainnya.
2.    TAP MPR No. III/MPR/2000
a.)    Undang-Undang Dasar 1945
b.)    Ketetapan MPR
c.)    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
d.)    Peraturan Pemerintah
e.)    Keputusan Presiden
f.)     Peraturan Daerah
  C.      HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN NO 10 TAHUN 2004
            Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pada tanggal 24 Mei 2004 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang pembentukan Peraturan Peundang-Undangan menjadi Undang-Undang (UU No. 10 Tahun 2004). Undang-undang ini menegaskan bahwa pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam lembaran Negara Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. Herarki perundang-undangan tersebut diatur dalam pasal 7 UU tersebut adalah sebagai berikut[7] :
Hirarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut UU No. 10 Tahun 2004 :
1.    UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.    Undang-Undang/Peratuan Pemerintah Undang-Undang
3.    Peraturan Pemerintah
4.    Keputusan Presiden
5.    Peraturan Daerah :
a.)    Perda Provinsi
b.)    Perda Kabupaten/Kota
c.)    Perdes/Peraturan yang Setingkat
            Di dalam Undang-Undang tersebut Ketetapan MPR/MPRS dihapus dari hirarki peraturan perundang-undangan dan mengembalikan kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) setingkat Undang-Undang. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengakomodir permintaan dari pemerintah agar peraturan menteri masuk dalam hierarki, namun ditolak oleh komisi II DPR, yakni rumusan dalam pasal 7 ayat (4) yang berbunyi: “Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.” Penegasan beberapa hal di dalam undang undang ini merupakan koreksi tterhadap pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No. III/MPR/2000).
            Penghapusan sumber hukum ketetapan MPR dari tata urutan peraturan perundang-undangan dinilai tepat karena menurut Hamid S. Attamimi, ketetapan MPR tidak dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang undangan. Yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah Undang-Unang ke bawah, UUD, dan TAP MPR harus dilepaskan dalam pengertian Peraturan Perundang-Undangan.
  D.     HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN NO 12 TAHUN 2011
            Hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan telah ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011. Dimana ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.    Peraturan Pemerintah;
5.    Peraturan Presiden;
6.    Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
            Berkenaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meyebutkan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
            UUD 1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949. Setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
            Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimasukkan kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan, namun hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia.
            Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
            Begitu halnya denan Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk negara.
            Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
            Peraturan Pemerintah diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan :
“Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
            Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan di dalam UU No.12 Tahun 2011 bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertentangan.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
            Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
1.) Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.
2.) Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
3.) DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
4.) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
            Peraturan Daerah Provinsi atau Perda Provinsi merupakan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
            Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.


























BAB III
PENUTUP
   A.     KESIMPULAN
            Hierarki adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
            Berikut merupakan hirarki peraturan prundang-undangan menurut TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
1.    Undang-Undang Dasar 1945
2.    Ketetapan MPRS/MPR
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.    Peraturan Pemerintah
5.    Keputusan Presiden
6.    Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Mentri, dan lain-lainnya.
Adapun hierarki menurut TAP MPR No. III/MPR/2000
1.    Undang-Undang Dasar 1945
2.    Ketetapan MPR
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
4.    Peraturan Pemerintah
5.    Keputusan Presiden
6.    Peraturan Daerah
            Hirarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut UU No. 10 Tahun 2004 :
1.    UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.    Undang-Undang/Peratuan Pemerintah Undang-Undang
3.    Peraturan Pemerintah
4.    Keputusan Presiden
5.    Peraturan Daerah :
a.)    Perda Provinsi
b.)    Perda Kabupaten/Kota
c.)    Perdes/Peraturan yang Setingkat
            Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.    Peraturan Pemerintah;
5.    Peraturan Presiden;
6.    Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
               
   B.      SARAN
            Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis, untuk itu penulis mengharapkan kepada para pembaca terutama bagi dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata Negara untuk memberikan kritik dan sarannya kepada penulis demi kesempurnaan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Maria, Farida Indrati Suprapto. Ilmu Perundang-Perundangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta : Kanisius, 1998.
Ni’matul Huda. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Perss, 2005.
  t: Khairunnasri3
fb : Khairun Nasri Bugbon




[1]Ni’matul Huda. Hukum Tata Negara Indonesia. (Jakarta: Rajawali Perss, 2005), hlm.37
[2] Op.cit., hlm.38
[3] Ibid.,
[4] Ibid., hlm.39
[5] Maria, Farida Indrati Suprapto. Ilmu Perundang-Perundangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya. (Yogyakarta : Kanisius, 1998), hlm.48
[6] Ibid., hlm.43
[7] Ibid.,  hlm.62