“Naungan
Cintamu di Syari’ah”
Kabut
Asap dipagi hari membuatku urung untuk melangkahkan kaki menuju kampus, tapi mamaku
tetap menyuruh dan menasehatiku habis-habisan sampai-sampai telinga ini terasa
nyeri akibat pekikan mama.
“Dhil, kamu
kok malas gitu.! berangkat lagi, nanti kamu terlambat ke kampusnya!” nada itu selalu terdengar ditelinga setiap
aku malas ke kampus, aku bukannya mahasiswa yang malas tapi akhir-akhir ini
kabut asap membuatku malas beraktifitas...
“iya ma, tapi
kabut asap nggak baik buat kesehatan, hari ini fadhil izin kuliah aja” aku
berkata dengan nada tidak semangat.
“Fadhil, kamu
itu anak mama satu-satunya, harapan mama, kamu harus rajin, jangan malas-malasan
gitu dong!” suara mama tambah nyaring.
“baiklah ma,
baik, tapi hari ini fadhil naik Busway, banyak kabut asap”.
“itu lebih bagus lagi, kamu bisa santai-santai di Busway”. Aku
berharap mama membatalkan perintahnya dan menyuruhku tetap di rumah, tapi mama
malah tersenyum..
**
“ini Busway
kok lama sekali, sudah 10 menit aku menunggu” gerutuku dalam hati sembari
melihat jam di telpon genggamku.
Lima menit kemudian Busway yang berwarna biru dengan kode rute
03 arah UIN Suska terlihat mendekatiku yang tengah berdiri di Halthe , dan aku
pun menaikinya dengan penuh rasa kesal karena menunggu begitu lama.
“turun dimana
bang?” tanya kondektur yang berdiri tegak memakai pakain yang dipakainya setiap
hari, pakaian yang mungkin tidak pernah dicuci, sembari menyodorkan karcisnya.
“Uin bang” jawabku datar.
“tu cowok kok
cuek banget sih, rasanya ingin aku remas-remas mukanya sampai kusut” aku
mendengar sayup-sayup seorang cewek yang duduk di kursi barisan paling belakang
yang menghadap kedepan, sepertinya ia membicarakan aku.
“Zahra, kamu
nggak boleh ngomong gitu, bagaimanapu dia ciptaan Allah” tegur temannya
tersebut.
“tapi Izzah,,,”
Zahra ingin melanjutkan kata-katanya aku keburu duduk disampingnya.
“eitz,,,
ngapain kamu duduk disini, sana-sana” Zahra mengusirku dan berusaha geser
kesamping Izzah.
“emangnya
kenapa, nggak boleh,, ini kan yang kamu mau?” jawabku datar dan tetap fokus membaca
makalah yang akan ku presentasikan nanti.
“ni cowok oon kali ya, sok kegantengan, ke pedean” Zahra mulai
emosi.
“lagian dari
tadi kamu ngelirik aku terus, pasti kamu jatuh cinta ya?” tanyaku dengan mengedipkan mata, ingin
membuatnya salah tingkah.
“sudah, sudah,
kalian tu kenapa sih dari tadi kelahi terus, kaliankan sudah mahasiswa lho, berfikir
dewasa, jangan kayak anak kecil” Izzah
tiba-tiba bersuara, dan sekilas aku memandanginya, tiba-tiba aku kiku, aku
diam, darahku terasa beku, tatapan mata itu, ya mata hitamnya bercahaya membuat
aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku benar-benar dihipnotis dengan kecantikan
dan kelembutan kata-katanya.
“lagian Fadhil
dulu tu, dia itukan memang suka mempermainkan cewek dengan kepintaran dan
ketampanannya, HUH, tapi aku sama sekali tidak tertarik dengan cowo macam dia”
Zahra menunjuk kearahku dengan rasa benci.
“Ra, kamu
nggak boleh gitu dong, kalau diladenin kamu sendiri yang sakit” Izzah
menenangkan Zahra, dan aku tetap terpaku memandangi wajah Izzah yang layaknya
seperti Anna Athafunnisa (Oky Setiana Dewi), pemain film ketika cinta
bertasbih.
“aku rasa dia
lebih cantik dari itu, dia bahkan lebih lembut dari Anna, baru kali ini aku
terpana melihat cewek secantik dan selembut Izzah”, hatiku berbisik.
**
Semenjak pertemuaku dengan Izzahtul Iffah, bayangannya tidak
luput dari ingatanku, mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.
“apakah ini yang namanya cinta?, apakah aku
benar-benar jatuh cinta,, benarkah Izzah cinta pertamaku?”
aku bertanya pada diriku sendiri yang entah kenapa bayangan Izzah
mengganggu pikiranku.
BRAKKK..”
Aku menabrak cewek didepan Fakultas Syariah.
“Aduuh maaf”. Gadis itu langsung memunguti buku-buku yang
telah berserakan.
“Hati-hati
dong KA__” aku menahan amarahku dan terkejut melihat gadis berjilbab panjang
itu bangkit dari memungut buku-bukunya yang jatuh.
“eh kamu lagi,
maaf ya kalau aku nabrak kamu tadi,,” Izzah memandangku sekilas dan menundukan
kembali wajahnya seolah tidak mau bertatapan lama.
“e, eh nggak
kok, aku yang salah jalan terburu-buru” aku merasa bersalah telah berkata kasar
kepada Izzah.
“kalau gitu
permisi ya, ada yang ingin aku urus di Fakultas” Izzah berlalu dari hadapanku.
“Zah, tunggu”
aku tiba-tiba menahan langkahnya, membuat aku bingung sendiri.
“maaf, ada
apa?” Izzah kembali menghadapkan
wajahnya dan lagi-lagi ia kembali menundukkan pandangannya.
“eh,anu, eh
kamu Jurusan apa?” tanyaku gugup.
“kenapa
aku tiba-tiba gugup gini dihadapan cewek” aku bingung dengan sikapku sendiri.
“Jurusan
Ahwalu Syahsiah” menjawabnya singkat kemudian melanjutkan kembali langkahnya.
Aku berharap dia bertanya kembali tetapi sepertinya dia tidak ingin tau jurusan
aku.
Lagi-lagi perasaan
aku entah kenapa seperti berubah, aku jadi pendiam dan jarang lagi menggoda
cewek-cewek sehingga membuat sahabatku bertanya-tanya.
“Fadh, aku
perhatikan kamu berubah, nggak asyik lagi, kamu kenapa sebenarnya?” Andi diam-diam
memperhatikan aku yang hanya bengong di depan buku yang kubaca.
“Eh, nggak ada
kok, nggak ada apa-apa” aku jadi salah tingkah dibuatnya.
“itu apa namanya
melamun sendiri di perpustakaan, kamu mikirin apa sih, akhir-akhir ini kamu
sering kali kayak gini?”.
“aku penasaran
dengan cewek itu, sepertinya aku jatuh cinta, cinta pada pandangan pertama,
sepertinya dia cinta pertama dan terakhriku” menjelaskan dengan membayangkan
Izzah ketika kutabrak tadi di depan Fakultas.
“siapa?,
jurusan apa,, anak UIN ya?” Andi memburuku pertanyaan.
“anak UIN,
anak Syariah jurusan AH” menjelaskan dengan mata memandangi seorang gadis yang
tengah membaca buku.
“Pantasan
akhir-akhir ini kamu nggak lagi mempermainkan cewek” Andi mencoba mengalihkan
dari lamunanku.
“Ndi, tunggu
sebentar ya” aku pun pergi dan menghampiri gadis yang aku lihat tengah membaca
buku di meja yang tidak jauh dari tempat ku sekarang.
“eh mau
kemana?, hmn,,, baru dibilang udah mau godain cewek lagi, Fadhil-Fadhil, kapan
kamu berubah” Andi berkata pelan melihat tingkahku.
“hai, boleh
aku duduk” aku langsung duduk dihadapan gadis itu, tanpa menunggu
persetujuannya, ya gadis itu adalah Izzah.
“Assalamu
‘alaikum, ada yang bisa saya bantu?” Izzah malah mengucapkan salam, aku jadi
salah tingkah.
“aduhhh,
begonya, aturannya aku dulu yang ngucapkan salam” kataku dalam hati.
“eh, iya,
Wa’alaikumussalam,” aku jadi grogi.
“kalau kamu
tidak ada perlu, tolong jangan ganggu aku, aku lagi sibuk” Izzah tiba-tiba
menujukkan sikap cueknya.
“Zah, aku
cinta sama kamu, Zah,,,,aku sayang sama kamu” kalimat itu ku ucap dengan tulus
keluar dari mulut yang diutarakan dari hati, aku tidak mau menunggu lama lagi
menahan gejolak hati yang kurasakan.
“Apa yang kamu
katakan Fadhil?, jangan bercanda” Izzah mulai menanggapi perkataanku.
“iya Zah,
mungkin kamu sering melihat aku mempermainkan cewek-cewek yang mau dekat dengan
aku, Jujur aku nggak pernah cinta sama mereka, aku cuman cinta sama kamu, maukah
kamu jadi Pa__”
“Cukup Fadhil!,
hentikan, apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, apa kamu ngerti arti
cinta sesungguhnya?” Izzah memotong
kata-kata yang keluar dari mulutku, kata-katanya langsung menusuk hatiku.
“Tapi
Zah__” “maaf, aku nggak bisa” Izzah lalu
pergi dari hadapanku, yang kelihatan matanya bekaca-kaca, seakan ada air ingin
tumpah dari matanya.
“maafkan
aku Zah, aku benar-benar mencintaimu, aku tahu kamu juga cinta sama aku, matamu
tidak bisa bohong, aku tahu itu Zah,,,”
**
Semenjak
pertemuan aku dengan Izzah di Perpustakaan membuat aku mulai memperbaiki diri,
aku mulai menjauhi cewek-cewek yang mau dekat denganku, aku mulai menghargai
cintaku kepada Izzah, tapi sudah dua minggu berjalan aku belum juga berjumpa
dengannya.
“Fadhil, ini
ada surat dari Izzah” Andi menyodorkan amplop berwarna pink.
“dari Izzah?”
aku langsung mengambilnya, aku seolah-olah tidak percaya.
“Assalamu
‘alaikum Akhi,,,
Gimana kabarnya, mudah-mudahan
senantiasa dilimpah karunia dan hidayah Allah, (Aamiin), oh ya Akhi, ada hal
yang ingin aku sampaikan di dalam surat ini, aku dengar-dengar kamu mencari
aku, tapi aku belum bisa ketemu dengamu sebelum ada ikatan suci yang
membolehkan kita untuk berjumpa,,, Akhi, aku senang mendengar berita kalau kamu
sudah berubah, dan mudah-mudahan kamu berubah karena Allah bukan karena
siapa-saipa.
Akhi,
ingat cinta yang sesungguhnya adalah cinta kepada Allah, tiada cinta yang lebih
tinggi selain cinta-Nya, kamu juga harus tahu cinta itu senantiasa meberikan
naungan untuk mencapai ridha-Nya, tidak ada cinta yang menyakitkan, tidak ada
juga cinta menimbulkan kemudharatan. Kenapa aku menolak ketika kamu meminta aku
menjadi pacarmu, itu karena aku ingin meraih cinta karena Allah, bukan nafsu
belaka, dan hal yang perlu kamu ketahui, jodoh itu sudah diatur Allah, jadi
jangan pernah merasa kamu harus kehilangan orang-orang yang kamu cintai, karena
jodohmu sudah ditentukan..
Oh
ya Akhi, maaf aku baru ngasih tau kalau aku pindah ke Jogja, aku pindah kuliah
ke sini, karena aku menemani nenekku yang sudah tua, semoga kamu benar-benar
berubah Fadhil..
Kalau
kita jodoh, Allah pasti mempertemukan kita kembali
Assalamu’alaikum…
Izzahtul
Iffah.
Surat Izzah membuatku tahu semua
jawaban yang selama ini aku cari. Aku benar-benar bahagia menerima surat
pemberiannya.
“Tuhan,
trimakasih atas naungan cintamu di syariah ini, aku menemukan cinta ku
kepada-Mu melalui hambamu yang cantik berhati malaikat, Izzatul Iffah.
Mudah-mudahan engkau merestui cintaku kepadanya. Kini aku mengerti arti cinta
sesungguhnya, Cintaku kepada Izzah semata-mata karena-Mu ya Allah, pertemukan
kami dalam ikatan cinta suci nantinya,, Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar